oleh Menjawab Berbagai Fitnah FaithFreedom pada 21 November 2010 pukul 14:04 ·
Berikut
cuplikan-cuplikan ayat yang ditenggarai sebgai sumber legalisasi
kekerasan di oleh umat Islam, sehingga menimbulkan bentuk-bentuk
terorisme, atau bentuk-bentuk kekerasan lainnya. Diantara ayat tersebut
adalah:
1.Surah An-Anfal ayat 60 yang berbunyi:
“Dan Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan-kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan disiksa (dirugiakan)”.
2.Surah Annisa: 56: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat kami kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka ke dalam neraka, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesugguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksna.”
3.Surah Muhammad ayat 4
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir maka pancunglah batang leher mereka,. Sehingga apabila kamu mengalahkan mereka maka tahanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.”
4.Surah Annisa ayat 89:
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan diantara mereka penolong-penolongmu hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka dimana saja kalian menemuainya dan janganlah kamu ambil seorangpun diantara mereka menjadi pelindung dan jangalah (pula) menjadi penolong.”
5.Surah Al-Anfal ayat 39:
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti maka sesungguhnya akan berlaku sunnah orang-orang terdahulu.”
Tak ayal bahwa orang-orang yang membaca ayat-ayat ini baik Umat Islam sendiri maupun orang-orang non-Islam yang tak tahu latar belakang ayat tersebut akan mengiyakan bahwa memang ternyata Alquran mengajarkan peperangan dan bentuk-bentuk permusuhan lainnya. Tetapi seperti telah disinggung pada awal-awal tulisan ini bahwa ayat Alquran terutama ayat-ayat mengenai peperangan ini jangan dibaca secara sepotong-sepotong,, jangan melihat satu ayat saja karena sesungguhnya ayat-ayat tentang perang berkaitan satu sama lain dengan satu latar belakang yang satu.
Setiap ayat dalam Alquran khususnya “ayat-ayat Perang” masing-masing merepresentasikan satu aspek dari hakikat yang multidimensional. Harus ada ayat-ayat yang yang memerintahkan Qital (perang) tatkala kaum musyrik memerangi kaum mukmin, juga harus ada ayat ayat yang melarang perang jikalau memang tidak ada faktor yang bisa menimbulkan fitnah atau ketertindasan . Sebagaimana halnya harus ada ayat-ayat yang memerintahkan perdamaian jika musuh condong atau mengajukannya, sekaligus harus ada ayat-ayat yang membongkar tipu daya mereka, juga kebiasaaan mereka membatalkan perjanjian. Hal ini tidak bisa dikatakan kontradiktif satu sama lain, sebab setiap ayat memiliki kekedudukan dan latar belakang masing-masing turunnya ayat bersangkutan. Yang terpenting dalam melihat Alquran kita harus dan jangan melepaskan dari konteks ayat tersebut.4 Ayat-ayat yang bersimplikasi pada kekerasan itu hendaknya jangan disalah-artikan atau didistorsi jika dikutip sendirian, karena ayat -ayat itu kebanyakan “diikuti dan disyaratkan oleh”. Artinya diikuti dan mempunyai syarat-syarat tertentu, kapan dan bilamana.5
Jadi dari sisi ini Islam justru telah meletakkan suatu kebijaksanaan yang sangat indah, Islam telah menampilkan aturan yang secara proporsional, tidak terlalu maju dan tidak pula terlalu mundur.
Perang Islam Sesuai Situasi dan Kondisi
Islam telah menetapkan kebijakan yang sangat indah, bahwa Islam tidak mengajarkan agresi sebagaimana ajaran nabi Musa a.s.6 Dan di lain pihak Islam tidak mengajarkan untuk tunduk sepenuhnya seperti ajaran Nabi Isa a.s. yang menyerahkan pipi kirinya jika pipi kanannya ditampar.7 Pelajaran Islam adalah sesuai dengan fitrat manusia dan memajukan dan mengembangkan perdamaian dengan satu-satunya cara yang mungkin dilakukan.8
Islam melarang agresi, tetapi juga mengajarkan untuk berperang-jika dengan tidak adanya tindakan peperangan justru hal itu akan membahayakan keamanan dan menambah kemungkinan peperangan atau jika dengan mengabaikan peperangan berarti lenyapnya kebebasan beragama dan usaha mencari kebenaran-maka telah menjadi suatu kewajiban bagi orang Islam untuk berperang. Itulah kebijaksanaan atas nama Rasulullah saw meletakkan siasat dan tindakan-tindakannya. Rasulullah saw menderita terus menerus di Mekkah, tetapi tidak melawan Agresi, dan beliau menjadi bulan-bulanan tanpa dosa. Ketika beliau melepaskan diri dengan hijrahnya ke beliau ke Madinah, musuh tetap berniat membinasakan Islam, maka beliau terpaksa menghadapi musuh dalam membela kebenaran dan kebebasan beragama.9
Sisi- sisi Peperangan dalam Islam
Hal pokok yang harus diperhatikan adalah bahwa adanya kata-kata “bunuhlah”, “usirlah”, “penggallah”, “perangilah” atau “himpunlah kekuaatan” adalah timbul dalam situasi tertentu, yaitu situasi dalam keadaan perang, inilah keadaan umum yang dari itu timbul bentuk-bentuk khusus tersebut, yaitu misalnya sikap seperti apa yang harus ditunjukkan ketika dalam sistusi peperangan tersebut. Keberatan yang mungkin muncul adalah, tetap saja Islam telah meletakkan landasan peperangan, atau telah mengizinkan peperangan. Inilah yang perlu kita luruskan, mengapa Islam mengizinkan berperang.
Peperangan Islam adalah peperangan yang timbul sebagai upaya resisitensi terhadap keadaan tatkala musuh telah sedemikian rupa melancarkan permusuhan dengan segala bentuk penindasannya maka diizinkan oleh Allah untuk melakukan peperangan, dan peperangan itu adalah peperangan yang adil. Jika musuh bertambah sengit maka ketegasan sangat ditekankan, tetapi jika mereka mengajukan damai maka Islam mengajarkan untuk menyambut segera perdamaian tersebut, jika fihak musuh berhenti mareka-pun dituntut untuk tidak melanjutkan peperangan tersebut. Karena peperangan itu bukanlah peperangan dalam motif-motif manusiawi melainkan semata-mata karena motif ketuhanan, yaitu untuk menegakkan dan melestarikan Agama Tuhan di bumi.
Seperti sudah ditegaskan pada awal-awal tulisan ini, teks-teks suci Islam harus dibaca dalam konteks sosial dan politik pada masa diwahyukannya. Sebagaimana juga kita bisa melihat dalam kitab suci dalam Perjanjian Lama bahkan juga Perjanjian Baru memiliki ayat-ayat yang berhubungan dengan pertempuran dan tingkah laku pada waktu perang. Dunia dimana komunitas muslim muncul adalah pertentangan yang kasar. Arab dan kota-kota Mekkah tempat Rasulullah saw tinggal dan menerima wahyu Tuhan adalah tempat serangan suku dan siklus balas dendam. Timur dekat yang luas dimana Arab berada, terbagi menajadi dua super power yang berperang, kerajaan Byzantium (Romawi timur) dan Sasania (Persia).10
Untuk menegaskan bahwa peperangan Islam adalah peperangan yang bersifat mempertahankan diri maka Kita lihat ayat-pertama yang yang telah mengizinkan perang kepada umat Islam pada waktu itu. Dalam Surah 22:39-41 Allah taala berfirman:
“Telah diizinkan (berperang) bagi mereka yang telah diperangi (tanpa alasan), disebabkan mereka dianiaya dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka, (yaitu) mereka yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa alasan yang benar, melainkan karena mereka berkata, ‘Tuhan kami ialah Allah’. Dana sekiranya Allah tidak mencegah sebagaian orang-orang (Yang kafir dari kejahatannya) dengan perantaraan sebagian yang lain, niscayalah akan runtuh tempat-tempat pertapaan dan gereja-gereja Nasrani dan Gereja-Gereja Yahudi dan Mesjid-mesjid yang didalamnya banyak diperingati nama ALlah. Dan tentulah Allah akan menolong siapa yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah itu Maha Perkasa, Maha Unggul. Mereka (yakni orang-orang Islam yang Muhajir) itu, jika kami memperkokoh mereka di bumi itu, mereka akan mendirikan shalat dan memberikan zakat dan mengajak kepada kebajikan dan melarang daripada perbuatan jahat. Dan di tangan Allah akibat segala perkara”.
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa peperangan Islam terjadi karena mereka itu terpaksa, terdesak oleh keadaan yang menuntut, karena mereka telah menjadi korban agresi, yaitu mereka yang telah diusir dari rumah-rumahnya, hanya karena kepercayaan mereka. Izin ini bijaksana sebab jika Allah tidak mencegah si kejam dengan pertolongan kepada orang-orang benar maka tak ada kebebasan agama dan ibadat di dunia. Jika suatu kaum telah menderita agresi yang sedemikian rupa, yaitu jika agresor itu tak punya alasan untuk agresi mereka dan berusaha merintangi agama yang dianut oleh si Korban. Maka adalah kewajiban korban sasaran itu-jika dan bilamana ia memcapai kekuasan/kekuatan ialah menegakkan kebebasan beragama dan melindungi semua agama dan semua tempat-tempat suci. Kekuasaan itu harus digunakan bukan untuk kemuliaan dan kebesaran sendiri melainkan untuk mengurus si Miskin, kemajuan negara dan meningkatkan keamanan pada umumnya, pelajaran ini sempurna, jelas dan tegas.11
Ayat ini bisa dikatakan titik balik bagi perjuangan Rasulullah saw. Selama hampir tiga belas tahun Rasulullah saw dan kaum Muslimin dikejar-kejar, diancam, dan dihina tanpa pernah mereka membalas. Kondisi ini berubah dan menuntut respon berbeda agar Islam bisa bertahan di dunia. Ada saatnya berdamai, ada saatnya bertindak tegas.12-
Kita bisa menilai bahwa peperangan Islam melalui Rasullullah saw adalah logis dan adil-seperti yang ditulis oleh Marcel A. Boisard dalam bukunya Humansime Islam bahwa alasannya adalah, pertama, nabi Muhammad saw telah diancam oleh penduduk mekkah yang mengkhawatirkan kesatuan dan supremasi kota mereka. Kedua, Rasulullah Muhammad saw telah dancam pula oleh orang-orang Yahudi yang tidak ingin melihat Rsulullah saw sebagai penyelamat yang pernah disebut-sebut, dan yang ingin melestarikan keunggulan ekonomi mereka di Madinah. Ketiga, Rasulullah Muhammad saw dicemoohkan oleh orang-orang Masehi yang mendakwakannya sebagai nabi palsu. Dan Keempat, mendapat tantangan dalam negeri yang dilancarkan oleh beberapa penduduk Madinah yang oleh Alquran dinamakan kaum munafiqin dan akibatnya masyarakat yang baru terbentuk itu berada dalam bahaya. Oposisi masyarakat mayarakat tetangga sangat keras baik terhadap msayarakat Islam waktu itu sendiri atau terhadap orang-orang yang baru masuk Islam karena dengna masuknya mereka ke dalam agama Islam mereka telah memecahkan solidaritas dan perlindungan suku-suku. Pertimbangan-pertimbangan sejarah serta deduksi psikologis ini membenarkan argeumentsi bahwa Muhammad saw terpaksa memakai kekerasan dengan mengangkat senjata karena membela diri.13
Peperangan defensif/bertahan dari peperangan Islam ditekankan lagi dalam Alquran Surah Al-baqarah ayat 190-194:
“dan berperanglah di jalan Allah dengan orang-orang yang memerangi kamu dan janganlah kamu malampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka dimana saja mereka kamu dapati, dan usirlah mereka dari mana saja mereka kamu dapati, dan usirlah mereka darimana mereka telah mengusir kamu, dan fitnah itu lebih buruk daripada pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di dekat Masjidil-Haram sebelum mereka memerangimu di dalamnya.
Maka jika mereka memerangimu, maka bunuhlah mereka. Demikianalah balasan bagi orang-orang kafir. Dan jika mereka berhenti maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, maha penyayang. Dan perangilah mereka sehingga tak ada gangguan lagi dan agama itu menjadi hanya karena Allah. Tetapi jika mereka berhenti maka tak boleh lagi ada permusuhan melainkan terhadap orang-orang aniaya.’
Dari ayat ini sangat jelas menunjukkan prinsip-prisnsip peperangan Islam bahwa perang itu harus karena Allah bukan karena kepentingan sendiri atau akibat kemarahan atau kebebasan dan malahan harus bebas dari akses-akses, sebab akses-akses berlebihan itu tidak diridhoi Tuhan. Perang hanya bisa terjadi antara golongan-golongan yang saling bermusuhan, serangan atas perorangan itu terlarang. Agresi terhadap agama harus dihadapi dengan tindakan-tindakan pertahanan yang nyata, sebab agresi semacam itu lebih buruk dari pertumpahan darah. Kaum muslim dilarang berperang dekat Masjidil Haram, kecuali jika serangan itu dimulai oleh musuh. Perang dekat Masjidil Haram menggangu hak umum untuk naik haji. Tetapi jika musuh menyerang kaum muslim bebas membalas, hal mana merupakan pembalasan yang tepat terhadap agresi. Tetapi jika musuh menghentikannya maka kaum muslim juga harus berhenti dan memaafkan dan melupakan hal-hal yang lampau. Perang itu harus diteruskan selama serangan dan aniaya karena agama dan selama kebebesan beragama belum terjamin. Agama untuk Tuhan. Penggunaan kekerasan atau tekanan dalam urusan agama itu tidak dapat dibenarkan. Jika orang-orang kafir menghentikannya dan menjamin kebebasan beragama, kaum muslim harus menghentikan memerangi kaum kufar. Senjata harus tunduk kepada mereka yang melampuai batas. Jika pelanggaran-pelanggaaran dihentikan, perangpun harus dihentikan pula.14
Tetapi ayat ini juga menggarisbawahi bahwa perdamaianlah-bukan kekerasan dan perang-yang menjadi aturan tetap. Izin untuk bertempur melawan musuh diimbagi dengan perintah kuat utuk membuat perdamaian: “Jika musuh kamu cenderung untuk damai, maka kamu juga harus berdamai dan yakin kepada allah” (86:61 dan juga dalam 4:90 ditegaskan bahwa, “ Jika Allah berkehendak, Ia akan membuat mereka menguasai kamu, dan karenanya jika mereka meninggalkan kamu sendiri dan tidak memerangi kamu dan menawarkan perdamaian maka Allah tidak mengizinkan memerangi mereka.”15
Dalam perkembangannya, khusus dalam konteks perangan ini Islam telah meletakkan dua arahan, diantaranya peperangan harus dilakuakan dengan keseriusan dan sunguh-sungguh, untuk keperluan itu untuk menaikkan mentalistas umat Islam. Dengan penyiapan segala sesuatu dengan keseriusan tinggi dan kuat akan mampu menggentarkan musuh untuk melakukan serangan. Untuk itu pula Allah berfirman untuk mereka bahwa:
“Dan Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan-kekuatan apa saja yag kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan disiksa (dirugikan)”
Dari prinsip-prinsip umum ini maka kita dapat mengatakan bahwa Perang dalam Islam adalah suatu keniscayaan dan itu adalah sikap yang tepat untuk waktu dan keadaan yang tepat. Inilah sifat-sifat khusus perang Islam, yaitu adil dalam motifnya, defensif dalam permulaannya, tinggi dalam cara pelaksanaannya, damai dalam tujuan akhirnya, dan berperikemanusiaan dalam memperlakukan mereka yang dikalahkan.16
Apakah Islam Disebarkan dengan Pedang?
Hal berikutnya yang dialamatkan kepada Islam berkaitan dengan adanya bentuk-bentuk peperangan di dalam Alquran dan peperangan yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw adalah dari itu Islam telah meletakkan dasar kuat prinsip dakwah penyebaran Islam adalah dengan cara kekerasan alias memaksakan dengan cara tersebut. Bearkah demikian?
Analisis secara objektif tentang doktrin hukum Islam menunjukkan bukti bahwa kekuatan tak pernah merupakan unsur pertama dari ekspansi Islam. Purbasangka tersebut yang mengatakan bahwa tersiarnya Islam dengan cepat itu disebabkan oleh kekuatan pedang harus ditolak atau sedikitnya kekuatan pedang harus diperkecil sehingga menajadi faktor nomor dua yang memudahkan dan memungkinkan berhasilnya faktor-faktor lain yang bersifat spiritual. Karena tanpa faktor spiritual kekuatan brutal dari perang suci akan tak ada gunanya. Satu-satunya fakta bahwa bangsa Arab yang dikalahkan oleh kaum muslimin Arab kemudian mereka berhasil menggulingkan dominasi tersebut, tetapi tetap memeluk agama Islam, merupakan suatu fakta yang nyata. 17 dan justru melalui hal yang spiritual itulah Islam telah tertanam dalam hati orang-orang Arab pada waktu itu.
Dalam dakwah Islam pedang tidak berperan apa-apa, justru peperangan defensif umat islam tersebut sebenarnya merupakan penghalagan bagi lajunya penyiaran agama Islam dengan cepat. Mengapa, karena:
1.Pertempuran-pertempuran itu telah dijadikan sarana untuk menyemaikan sentimen kebencian terhadap Islam. Api telah menyalakan api yang lebih besar lagi. 2.Keturunan dari para korban pernag bisa bersumpah untuk membalas dendam, dan seluruh keluarga atau suku mengangap umat Islam bertanggung jawab terhadap terbunuhnya mereka itu. Dengan demikian agama yang teraniaya ini menjadi sasaran kebencian mereka yang tak beralasan itu. 3.Dalam keadaan dan situasi yang tidak bersahabat itu menjadi mustahillah menyiarkan seruan Islam kepada sebagian besar orang Arab dan sulit pulalah menghilangkan kesalahafahaman dari hati mereka. Sebagai akibatnya dengan sendirinya pertablighan itu terbatas kepada lingkungan yang amat sempit. 4.Dari Dari antara orang-orang yang kepada mereka amanat sempat sampai dan mereka telah mengakui pula kebenarannya pun ada sebagian yang terdiri dari orang-orang lemah lagi tidak berani menyatakan kebenaran, karena takut akan lingkungan yang tidak bersahabat itu, maka peperangan itu telah menimbulkan rasa dahsyat dalam hati mereka. 5.Waktu yang dipakai umat Islam dalam rangka mengambil langkah bela diri memberi kesempatan sedikit sekali untuk menyibukkan diri dalam kegiatan-kegiatan tabligh.18
Dan memang faktanya ternyata Islam berkembang pesat adalah setelah masa-masa damai. Kita bisa melihat jumlah orang-orang yang memeluk agama Islam dalam masa yang penuh dengan cobaan-cobaaan selama 19 tahun mulai dari penerimaan wahyu pertama Rasulullah saw sampai dengan peristiwa Perdamaian Hudaibiyah adalah tak berarti sedikitpun jika dibandingkan dengan masa dua tahun masa damai sesudah Hudaibiah. Perkiraan paling banyak jumlah kaum pria yang ikut serta dalam perang sebelum Hudaibiah itu kurang lebih tiga ribu orang. Inilah jumlah yag paling banyak menurut perkiraan selonggar-longgarnya lasykar yang ikut pada perang Ahzab. Dibandingkan dengan itu jumlah lasykar Islam pada peristiwa penaklukan Mekkah meliputi 10.000 orang Islam. Tambahan tujuh ribu lasykar itu sedikit sekali yang masuk diantara masa Ahzab dan Hudaibiah dan dengan pasti jumlah yang sangat besar itu mmeluk Islam dalam masa damai dua tahun sesudah peristiwa Hudaibiah..19
Kesimpulan
Islam adalah agama yang damai, kata Islam diturunkan dari akar kata bahasa Arab, salima yang berarti kedamaian, keselamatan, kepasrahan. Prinsip utama Islam dalam menentukan pilihan adalah “Tidak ada paksaan dalam agama, baik dalam bentuk-bentuk ancaman, kekerasan dan intimidasi dll. Islam tidak mengajarkan kebencian kepada satu kaum tertentu bahkan Islam mengajarkan untuk tetap berbuat baik walau kita benci kepada suatu kaum. Alquran mengatakan: “Janganlah hanya karena kebencian kepada suatu kaum kalian tidak berlaku adil terhadap mereka, sebaliknya berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (Al-Maidah: 9).
Kalau ternyata di dalam Alquran terdapat “ayat-ayat pedang” yang dikatakan oleh para pengkritik Islam sebagai dasar ideologi umat Islam untuk melegalkan kekerasan atas nama Islam, maka hal itu sebenarnya adalah justru untuk mematahkan pedang-pedang orang kafir yang menghalangi terbentuknya kedamaian dan cinta kasih serta kebebasan dalam ibadah kepada Tuhan. Keadaan seperti itu adalah suatu keharusan karena jika tidak demikian maka hal itu akan menambah kehancuran bagi orang Islam pada waktu itu yang bertahun-tahun telah menjadi bulan-bulanan permusuhan para musuh Islam pada waktu itu, dari Islam masih seumur jagung sampai kepada masa berbuah ranum.
Ayat-ayat yang ditenggarai sebagai dasar bagi penggunaan kekerasan itu harus kita lihat dari konteksnya pada waktu di wahyukan, tidak bisa dilihat sepotong-potong, mandiri, seakan-akan berdiri sendiri tanpa kaitan dengan ayat-ayat yang mengikuti dan mensyaratkan kedaaan seperti itu. Sehingga kita tak menyalahartikan dalam konteks sebenarnya. Kata-kata “perangilah, usirlah, bunuhlah, seranglah dll tak lain hanya merupakan keadaan yang menuntut dalam keadaan-keadaan tertentu pada waktu itu, yaitu dalam masa peperangan karena mereka telah teraiaya. Sehingga dapat kita menyimpulkan bahwa hal itu adalah suatu yang bisa dibenarkan bahkan dianjurkan demi terlangsungnya eksistensi kebenaran mereka.
Alquran telah meletakkan suatu kesetimbangan yang indah, Islam telah mengajarkan untuk menahan kemarahan jika kemarahannya memang pada tempatnya, dan mengajarkan memberi maaf jika pemberian maaf tersebut memang pada tempatnya (3:134), Islam mengajarkan bahwa memang alasan dari satu tindakan adalah tindakan yang serupa, tetapi jika dengan memafkan adalah hal yang dapat menimbulkan suatu perbaikan dan tidak menimbulkan keburukan maka balasannya adalah disisi Allah (42:40)
Islam mengajarkan bahwa kejahatan jangan diberantas pada setiap kesempatan dan kondisi, atau malah sebaliknya terus menerus memberikan ampunan tanpa memperhatikan dampak untuk perbaikan. Melainkan Islam mengajarkan agar orang Islam memperhatiakn apakah tempat dan suasana menghendaki pemberian ampunan atau menghendaki tindakan tegas, demi terciptanya kebaikan bagi kepentingan kumum. Memberi maaf memang merupakan tindakan terpuji tetapi kadangkala dengan pemberian maafterserbut musuh berettambah nekad, untuk itu tindakan tegas atau membalas dengan hal setimpal adalah suatu yang sangat dibenarkan.20
Dari pertimbangan-pertimbangan ini dapatlah kita mengatakan bahwa peperangan Islam adalah peperangan yang adil dan sesuai dengan kondisi yang menghendakinya. Islam akan berperang jika musuh-musuh menyerang (Q.S. 2:190) dan sebaliknya mereka akan segera menghentikan peperangan jika musuh menghentikan peperangan (Q.S. 8:38-41) dan jika musuh menawarkan peradamaian maka islam pun mengajarkan untuk menyambut penawaran tersebut. (Q.S. 8:21).
Dilain pihak Rasulullah saw tidak pula termotivasi untuk berperang, karena sebenarnya peperangan itu adalah sesuatu yang mereka sendiri membencinya (2:216) mengingat akibat-akibat buruk yang ditimbulkan oleh perang. Sebaliknya keselamatan dan kedamaianlah yang menjadi kedambaan mereka. Jadi perang yang dilakukan oleh Rasulullah saw bukan masalah suka atau tidak suka atau masalah kebiasaan, melainkan perang itu dijalani Rasulullah saw karena situasi darurat, kewajiban, atau konsekuensi yang diharuskan dalam situasi yang menuntut hal tersebut. Peperangan yang dilakukan dengan dasar-dasar nilai kebajikan, perdamaian, kebebasaan dan keadilan dalam menghadapi penindasan dan pemaksaan manusia untuk meninggalkan sesuatu yang paling berharga dari merka yaitu keyakian kepada Tuhan.21
Kemudian tidaklah pula tepat melabeli bahwa orang-orang Islam adalah pribadi-pribadi yang keras, esktrim dan teroris hanya karena sebagian terlibat dalam hal-hal tersebut. Karena bentuk-bentuk seperti itu terdapat pula di dalam agama-agama lainnya. Karena kekuatan-kekuatan yang bekarja tersebut tidaklah benar-benar dan tidak mesti memiliki dasar agama, meskipun kelihatannya mereka mengatasnamakan agama.
Akhirnya Islam mengajarkan bahwa keadan setiap pemeluknya untuk selalu menekankan bahwa Islam tidaklah memaksa dalam hal memeluk suatu keyakinan, hal ini ditegaskan oleh Alquran: “Tidak ada paksaan dalam agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. (Q.S. 2:256).
1.Surah An-Anfal ayat 60 yang berbunyi:
“Dan Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan-kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan disiksa (dirugiakan)”.
2.Surah Annisa: 56: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat kami kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka ke dalam neraka, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesugguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksna.”
3.Surah Muhammad ayat 4
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir maka pancunglah batang leher mereka,. Sehingga apabila kamu mengalahkan mereka maka tahanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.”
4.Surah Annisa ayat 89:
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan diantara mereka penolong-penolongmu hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka dimana saja kalian menemuainya dan janganlah kamu ambil seorangpun diantara mereka menjadi pelindung dan jangalah (pula) menjadi penolong.”
5.Surah Al-Anfal ayat 39:
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti maka sesungguhnya akan berlaku sunnah orang-orang terdahulu.”
Tak ayal bahwa orang-orang yang membaca ayat-ayat ini baik Umat Islam sendiri maupun orang-orang non-Islam yang tak tahu latar belakang ayat tersebut akan mengiyakan bahwa memang ternyata Alquran mengajarkan peperangan dan bentuk-bentuk permusuhan lainnya. Tetapi seperti telah disinggung pada awal-awal tulisan ini bahwa ayat Alquran terutama ayat-ayat mengenai peperangan ini jangan dibaca secara sepotong-sepotong,, jangan melihat satu ayat saja karena sesungguhnya ayat-ayat tentang perang berkaitan satu sama lain dengan satu latar belakang yang satu.
Setiap ayat dalam Alquran khususnya “ayat-ayat Perang” masing-masing merepresentasikan satu aspek dari hakikat yang multidimensional. Harus ada ayat-ayat yang yang memerintahkan Qital (perang) tatkala kaum musyrik memerangi kaum mukmin, juga harus ada ayat ayat yang melarang perang jikalau memang tidak ada faktor yang bisa menimbulkan fitnah atau ketertindasan . Sebagaimana halnya harus ada ayat-ayat yang memerintahkan perdamaian jika musuh condong atau mengajukannya, sekaligus harus ada ayat-ayat yang membongkar tipu daya mereka, juga kebiasaaan mereka membatalkan perjanjian. Hal ini tidak bisa dikatakan kontradiktif satu sama lain, sebab setiap ayat memiliki kekedudukan dan latar belakang masing-masing turunnya ayat bersangkutan. Yang terpenting dalam melihat Alquran kita harus dan jangan melepaskan dari konteks ayat tersebut.4 Ayat-ayat yang bersimplikasi pada kekerasan itu hendaknya jangan disalah-artikan atau didistorsi jika dikutip sendirian, karena ayat -ayat itu kebanyakan “diikuti dan disyaratkan oleh”. Artinya diikuti dan mempunyai syarat-syarat tertentu, kapan dan bilamana.5
Jadi dari sisi ini Islam justru telah meletakkan suatu kebijaksanaan yang sangat indah, Islam telah menampilkan aturan yang secara proporsional, tidak terlalu maju dan tidak pula terlalu mundur.
Perang Islam Sesuai Situasi dan Kondisi
Islam telah menetapkan kebijakan yang sangat indah, bahwa Islam tidak mengajarkan agresi sebagaimana ajaran nabi Musa a.s.6 Dan di lain pihak Islam tidak mengajarkan untuk tunduk sepenuhnya seperti ajaran Nabi Isa a.s. yang menyerahkan pipi kirinya jika pipi kanannya ditampar.7 Pelajaran Islam adalah sesuai dengan fitrat manusia dan memajukan dan mengembangkan perdamaian dengan satu-satunya cara yang mungkin dilakukan.8
Islam melarang agresi, tetapi juga mengajarkan untuk berperang-jika dengan tidak adanya tindakan peperangan justru hal itu akan membahayakan keamanan dan menambah kemungkinan peperangan atau jika dengan mengabaikan peperangan berarti lenyapnya kebebasan beragama dan usaha mencari kebenaran-maka telah menjadi suatu kewajiban bagi orang Islam untuk berperang. Itulah kebijaksanaan atas nama Rasulullah saw meletakkan siasat dan tindakan-tindakannya. Rasulullah saw menderita terus menerus di Mekkah, tetapi tidak melawan Agresi, dan beliau menjadi bulan-bulanan tanpa dosa. Ketika beliau melepaskan diri dengan hijrahnya ke beliau ke Madinah, musuh tetap berniat membinasakan Islam, maka beliau terpaksa menghadapi musuh dalam membela kebenaran dan kebebasan beragama.9
Sisi- sisi Peperangan dalam Islam
Hal pokok yang harus diperhatikan adalah bahwa adanya kata-kata “bunuhlah”, “usirlah”, “penggallah”, “perangilah” atau “himpunlah kekuaatan” adalah timbul dalam situasi tertentu, yaitu situasi dalam keadaan perang, inilah keadaan umum yang dari itu timbul bentuk-bentuk khusus tersebut, yaitu misalnya sikap seperti apa yang harus ditunjukkan ketika dalam sistusi peperangan tersebut. Keberatan yang mungkin muncul adalah, tetap saja Islam telah meletakkan landasan peperangan, atau telah mengizinkan peperangan. Inilah yang perlu kita luruskan, mengapa Islam mengizinkan berperang.
Peperangan Islam adalah peperangan yang timbul sebagai upaya resisitensi terhadap keadaan tatkala musuh telah sedemikian rupa melancarkan permusuhan dengan segala bentuk penindasannya maka diizinkan oleh Allah untuk melakukan peperangan, dan peperangan itu adalah peperangan yang adil. Jika musuh bertambah sengit maka ketegasan sangat ditekankan, tetapi jika mereka mengajukan damai maka Islam mengajarkan untuk menyambut segera perdamaian tersebut, jika fihak musuh berhenti mareka-pun dituntut untuk tidak melanjutkan peperangan tersebut. Karena peperangan itu bukanlah peperangan dalam motif-motif manusiawi melainkan semata-mata karena motif ketuhanan, yaitu untuk menegakkan dan melestarikan Agama Tuhan di bumi.
Seperti sudah ditegaskan pada awal-awal tulisan ini, teks-teks suci Islam harus dibaca dalam konteks sosial dan politik pada masa diwahyukannya. Sebagaimana juga kita bisa melihat dalam kitab suci dalam Perjanjian Lama bahkan juga Perjanjian Baru memiliki ayat-ayat yang berhubungan dengan pertempuran dan tingkah laku pada waktu perang. Dunia dimana komunitas muslim muncul adalah pertentangan yang kasar. Arab dan kota-kota Mekkah tempat Rasulullah saw tinggal dan menerima wahyu Tuhan adalah tempat serangan suku dan siklus balas dendam. Timur dekat yang luas dimana Arab berada, terbagi menajadi dua super power yang berperang, kerajaan Byzantium (Romawi timur) dan Sasania (Persia).10
Untuk menegaskan bahwa peperangan Islam adalah peperangan yang bersifat mempertahankan diri maka Kita lihat ayat-pertama yang yang telah mengizinkan perang kepada umat Islam pada waktu itu. Dalam Surah 22:39-41 Allah taala berfirman:
“Telah diizinkan (berperang) bagi mereka yang telah diperangi (tanpa alasan), disebabkan mereka dianiaya dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka, (yaitu) mereka yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa alasan yang benar, melainkan karena mereka berkata, ‘Tuhan kami ialah Allah’. Dana sekiranya Allah tidak mencegah sebagaian orang-orang (Yang kafir dari kejahatannya) dengan perantaraan sebagian yang lain, niscayalah akan runtuh tempat-tempat pertapaan dan gereja-gereja Nasrani dan Gereja-Gereja Yahudi dan Mesjid-mesjid yang didalamnya banyak diperingati nama ALlah. Dan tentulah Allah akan menolong siapa yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah itu Maha Perkasa, Maha Unggul. Mereka (yakni orang-orang Islam yang Muhajir) itu, jika kami memperkokoh mereka di bumi itu, mereka akan mendirikan shalat dan memberikan zakat dan mengajak kepada kebajikan dan melarang daripada perbuatan jahat. Dan di tangan Allah akibat segala perkara”.
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa peperangan Islam terjadi karena mereka itu terpaksa, terdesak oleh keadaan yang menuntut, karena mereka telah menjadi korban agresi, yaitu mereka yang telah diusir dari rumah-rumahnya, hanya karena kepercayaan mereka. Izin ini bijaksana sebab jika Allah tidak mencegah si kejam dengan pertolongan kepada orang-orang benar maka tak ada kebebasan agama dan ibadat di dunia. Jika suatu kaum telah menderita agresi yang sedemikian rupa, yaitu jika agresor itu tak punya alasan untuk agresi mereka dan berusaha merintangi agama yang dianut oleh si Korban. Maka adalah kewajiban korban sasaran itu-jika dan bilamana ia memcapai kekuasan/kekuatan ialah menegakkan kebebasan beragama dan melindungi semua agama dan semua tempat-tempat suci. Kekuasaan itu harus digunakan bukan untuk kemuliaan dan kebesaran sendiri melainkan untuk mengurus si Miskin, kemajuan negara dan meningkatkan keamanan pada umumnya, pelajaran ini sempurna, jelas dan tegas.11
Ayat ini bisa dikatakan titik balik bagi perjuangan Rasulullah saw. Selama hampir tiga belas tahun Rasulullah saw dan kaum Muslimin dikejar-kejar, diancam, dan dihina tanpa pernah mereka membalas. Kondisi ini berubah dan menuntut respon berbeda agar Islam bisa bertahan di dunia. Ada saatnya berdamai, ada saatnya bertindak tegas.12-
Kita bisa menilai bahwa peperangan Islam melalui Rasullullah saw adalah logis dan adil-seperti yang ditulis oleh Marcel A. Boisard dalam bukunya Humansime Islam bahwa alasannya adalah, pertama, nabi Muhammad saw telah diancam oleh penduduk mekkah yang mengkhawatirkan kesatuan dan supremasi kota mereka. Kedua, Rasulullah Muhammad saw telah dancam pula oleh orang-orang Yahudi yang tidak ingin melihat Rsulullah saw sebagai penyelamat yang pernah disebut-sebut, dan yang ingin melestarikan keunggulan ekonomi mereka di Madinah. Ketiga, Rasulullah Muhammad saw dicemoohkan oleh orang-orang Masehi yang mendakwakannya sebagai nabi palsu. Dan Keempat, mendapat tantangan dalam negeri yang dilancarkan oleh beberapa penduduk Madinah yang oleh Alquran dinamakan kaum munafiqin dan akibatnya masyarakat yang baru terbentuk itu berada dalam bahaya. Oposisi masyarakat mayarakat tetangga sangat keras baik terhadap msayarakat Islam waktu itu sendiri atau terhadap orang-orang yang baru masuk Islam karena dengna masuknya mereka ke dalam agama Islam mereka telah memecahkan solidaritas dan perlindungan suku-suku. Pertimbangan-pertimbangan sejarah serta deduksi psikologis ini membenarkan argeumentsi bahwa Muhammad saw terpaksa memakai kekerasan dengan mengangkat senjata karena membela diri.13
Peperangan defensif/bertahan dari peperangan Islam ditekankan lagi dalam Alquran Surah Al-baqarah ayat 190-194:
“dan berperanglah di jalan Allah dengan orang-orang yang memerangi kamu dan janganlah kamu malampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka dimana saja mereka kamu dapati, dan usirlah mereka dari mana saja mereka kamu dapati, dan usirlah mereka darimana mereka telah mengusir kamu, dan fitnah itu lebih buruk daripada pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di dekat Masjidil-Haram sebelum mereka memerangimu di dalamnya.
Maka jika mereka memerangimu, maka bunuhlah mereka. Demikianalah balasan bagi orang-orang kafir. Dan jika mereka berhenti maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, maha penyayang. Dan perangilah mereka sehingga tak ada gangguan lagi dan agama itu menjadi hanya karena Allah. Tetapi jika mereka berhenti maka tak boleh lagi ada permusuhan melainkan terhadap orang-orang aniaya.’
Dari ayat ini sangat jelas menunjukkan prinsip-prisnsip peperangan Islam bahwa perang itu harus karena Allah bukan karena kepentingan sendiri atau akibat kemarahan atau kebebasan dan malahan harus bebas dari akses-akses, sebab akses-akses berlebihan itu tidak diridhoi Tuhan. Perang hanya bisa terjadi antara golongan-golongan yang saling bermusuhan, serangan atas perorangan itu terlarang. Agresi terhadap agama harus dihadapi dengan tindakan-tindakan pertahanan yang nyata, sebab agresi semacam itu lebih buruk dari pertumpahan darah. Kaum muslim dilarang berperang dekat Masjidil Haram, kecuali jika serangan itu dimulai oleh musuh. Perang dekat Masjidil Haram menggangu hak umum untuk naik haji. Tetapi jika musuh menyerang kaum muslim bebas membalas, hal mana merupakan pembalasan yang tepat terhadap agresi. Tetapi jika musuh menghentikannya maka kaum muslim juga harus berhenti dan memaafkan dan melupakan hal-hal yang lampau. Perang itu harus diteruskan selama serangan dan aniaya karena agama dan selama kebebesan beragama belum terjamin. Agama untuk Tuhan. Penggunaan kekerasan atau tekanan dalam urusan agama itu tidak dapat dibenarkan. Jika orang-orang kafir menghentikannya dan menjamin kebebasan beragama, kaum muslim harus menghentikan memerangi kaum kufar. Senjata harus tunduk kepada mereka yang melampuai batas. Jika pelanggaran-pelanggaaran dihentikan, perangpun harus dihentikan pula.14
Tetapi ayat ini juga menggarisbawahi bahwa perdamaianlah-bukan kekerasan dan perang-yang menjadi aturan tetap. Izin untuk bertempur melawan musuh diimbagi dengan perintah kuat utuk membuat perdamaian: “Jika musuh kamu cenderung untuk damai, maka kamu juga harus berdamai dan yakin kepada allah” (86:61 dan juga dalam 4:90 ditegaskan bahwa, “ Jika Allah berkehendak, Ia akan membuat mereka menguasai kamu, dan karenanya jika mereka meninggalkan kamu sendiri dan tidak memerangi kamu dan menawarkan perdamaian maka Allah tidak mengizinkan memerangi mereka.”15
Dalam perkembangannya, khusus dalam konteks perangan ini Islam telah meletakkan dua arahan, diantaranya peperangan harus dilakuakan dengan keseriusan dan sunguh-sungguh, untuk keperluan itu untuk menaikkan mentalistas umat Islam. Dengan penyiapan segala sesuatu dengan keseriusan tinggi dan kuat akan mampu menggentarkan musuh untuk melakukan serangan. Untuk itu pula Allah berfirman untuk mereka bahwa:
“Dan Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan-kekuatan apa saja yag kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan disiksa (dirugikan)”
Dari prinsip-prinsip umum ini maka kita dapat mengatakan bahwa Perang dalam Islam adalah suatu keniscayaan dan itu adalah sikap yang tepat untuk waktu dan keadaan yang tepat. Inilah sifat-sifat khusus perang Islam, yaitu adil dalam motifnya, defensif dalam permulaannya, tinggi dalam cara pelaksanaannya, damai dalam tujuan akhirnya, dan berperikemanusiaan dalam memperlakukan mereka yang dikalahkan.16
Apakah Islam Disebarkan dengan Pedang?
Hal berikutnya yang dialamatkan kepada Islam berkaitan dengan adanya bentuk-bentuk peperangan di dalam Alquran dan peperangan yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw adalah dari itu Islam telah meletakkan dasar kuat prinsip dakwah penyebaran Islam adalah dengan cara kekerasan alias memaksakan dengan cara tersebut. Bearkah demikian?
Analisis secara objektif tentang doktrin hukum Islam menunjukkan bukti bahwa kekuatan tak pernah merupakan unsur pertama dari ekspansi Islam. Purbasangka tersebut yang mengatakan bahwa tersiarnya Islam dengan cepat itu disebabkan oleh kekuatan pedang harus ditolak atau sedikitnya kekuatan pedang harus diperkecil sehingga menajadi faktor nomor dua yang memudahkan dan memungkinkan berhasilnya faktor-faktor lain yang bersifat spiritual. Karena tanpa faktor spiritual kekuatan brutal dari perang suci akan tak ada gunanya. Satu-satunya fakta bahwa bangsa Arab yang dikalahkan oleh kaum muslimin Arab kemudian mereka berhasil menggulingkan dominasi tersebut, tetapi tetap memeluk agama Islam, merupakan suatu fakta yang nyata. 17 dan justru melalui hal yang spiritual itulah Islam telah tertanam dalam hati orang-orang Arab pada waktu itu.
Dalam dakwah Islam pedang tidak berperan apa-apa, justru peperangan defensif umat islam tersebut sebenarnya merupakan penghalagan bagi lajunya penyiaran agama Islam dengan cepat. Mengapa, karena:
1.Pertempuran-pertempuran itu telah dijadikan sarana untuk menyemaikan sentimen kebencian terhadap Islam. Api telah menyalakan api yang lebih besar lagi. 2.Keturunan dari para korban pernag bisa bersumpah untuk membalas dendam, dan seluruh keluarga atau suku mengangap umat Islam bertanggung jawab terhadap terbunuhnya mereka itu. Dengan demikian agama yang teraniaya ini menjadi sasaran kebencian mereka yang tak beralasan itu. 3.Dalam keadaan dan situasi yang tidak bersahabat itu menjadi mustahillah menyiarkan seruan Islam kepada sebagian besar orang Arab dan sulit pulalah menghilangkan kesalahafahaman dari hati mereka. Sebagai akibatnya dengan sendirinya pertablighan itu terbatas kepada lingkungan yang amat sempit. 4.Dari Dari antara orang-orang yang kepada mereka amanat sempat sampai dan mereka telah mengakui pula kebenarannya pun ada sebagian yang terdiri dari orang-orang lemah lagi tidak berani menyatakan kebenaran, karena takut akan lingkungan yang tidak bersahabat itu, maka peperangan itu telah menimbulkan rasa dahsyat dalam hati mereka. 5.Waktu yang dipakai umat Islam dalam rangka mengambil langkah bela diri memberi kesempatan sedikit sekali untuk menyibukkan diri dalam kegiatan-kegiatan tabligh.18
Dan memang faktanya ternyata Islam berkembang pesat adalah setelah masa-masa damai. Kita bisa melihat jumlah orang-orang yang memeluk agama Islam dalam masa yang penuh dengan cobaan-cobaaan selama 19 tahun mulai dari penerimaan wahyu pertama Rasulullah saw sampai dengan peristiwa Perdamaian Hudaibiyah adalah tak berarti sedikitpun jika dibandingkan dengan masa dua tahun masa damai sesudah Hudaibiah. Perkiraan paling banyak jumlah kaum pria yang ikut serta dalam perang sebelum Hudaibiah itu kurang lebih tiga ribu orang. Inilah jumlah yag paling banyak menurut perkiraan selonggar-longgarnya lasykar yang ikut pada perang Ahzab. Dibandingkan dengan itu jumlah lasykar Islam pada peristiwa penaklukan Mekkah meliputi 10.000 orang Islam. Tambahan tujuh ribu lasykar itu sedikit sekali yang masuk diantara masa Ahzab dan Hudaibiah dan dengan pasti jumlah yang sangat besar itu mmeluk Islam dalam masa damai dua tahun sesudah peristiwa Hudaibiah..19
Kesimpulan
Islam adalah agama yang damai, kata Islam diturunkan dari akar kata bahasa Arab, salima yang berarti kedamaian, keselamatan, kepasrahan. Prinsip utama Islam dalam menentukan pilihan adalah “Tidak ada paksaan dalam agama, baik dalam bentuk-bentuk ancaman, kekerasan dan intimidasi dll. Islam tidak mengajarkan kebencian kepada satu kaum tertentu bahkan Islam mengajarkan untuk tetap berbuat baik walau kita benci kepada suatu kaum. Alquran mengatakan: “Janganlah hanya karena kebencian kepada suatu kaum kalian tidak berlaku adil terhadap mereka, sebaliknya berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (Al-Maidah: 9).
Kalau ternyata di dalam Alquran terdapat “ayat-ayat pedang” yang dikatakan oleh para pengkritik Islam sebagai dasar ideologi umat Islam untuk melegalkan kekerasan atas nama Islam, maka hal itu sebenarnya adalah justru untuk mematahkan pedang-pedang orang kafir yang menghalangi terbentuknya kedamaian dan cinta kasih serta kebebasan dalam ibadah kepada Tuhan. Keadaan seperti itu adalah suatu keharusan karena jika tidak demikian maka hal itu akan menambah kehancuran bagi orang Islam pada waktu itu yang bertahun-tahun telah menjadi bulan-bulanan permusuhan para musuh Islam pada waktu itu, dari Islam masih seumur jagung sampai kepada masa berbuah ranum.
Ayat-ayat yang ditenggarai sebagai dasar bagi penggunaan kekerasan itu harus kita lihat dari konteksnya pada waktu di wahyukan, tidak bisa dilihat sepotong-potong, mandiri, seakan-akan berdiri sendiri tanpa kaitan dengan ayat-ayat yang mengikuti dan mensyaratkan kedaaan seperti itu. Sehingga kita tak menyalahartikan dalam konteks sebenarnya. Kata-kata “perangilah, usirlah, bunuhlah, seranglah dll tak lain hanya merupakan keadaan yang menuntut dalam keadaan-keadaan tertentu pada waktu itu, yaitu dalam masa peperangan karena mereka telah teraiaya. Sehingga dapat kita menyimpulkan bahwa hal itu adalah suatu yang bisa dibenarkan bahkan dianjurkan demi terlangsungnya eksistensi kebenaran mereka.
Alquran telah meletakkan suatu kesetimbangan yang indah, Islam telah mengajarkan untuk menahan kemarahan jika kemarahannya memang pada tempatnya, dan mengajarkan memberi maaf jika pemberian maaf tersebut memang pada tempatnya (3:134), Islam mengajarkan bahwa memang alasan dari satu tindakan adalah tindakan yang serupa, tetapi jika dengan memafkan adalah hal yang dapat menimbulkan suatu perbaikan dan tidak menimbulkan keburukan maka balasannya adalah disisi Allah (42:40)
Islam mengajarkan bahwa kejahatan jangan diberantas pada setiap kesempatan dan kondisi, atau malah sebaliknya terus menerus memberikan ampunan tanpa memperhatikan dampak untuk perbaikan. Melainkan Islam mengajarkan agar orang Islam memperhatiakn apakah tempat dan suasana menghendaki pemberian ampunan atau menghendaki tindakan tegas, demi terciptanya kebaikan bagi kepentingan kumum. Memberi maaf memang merupakan tindakan terpuji tetapi kadangkala dengan pemberian maafterserbut musuh berettambah nekad, untuk itu tindakan tegas atau membalas dengan hal setimpal adalah suatu yang sangat dibenarkan.20
Dari pertimbangan-pertimbangan ini dapatlah kita mengatakan bahwa peperangan Islam adalah peperangan yang adil dan sesuai dengan kondisi yang menghendakinya. Islam akan berperang jika musuh-musuh menyerang (Q.S. 2:190) dan sebaliknya mereka akan segera menghentikan peperangan jika musuh menghentikan peperangan (Q.S. 8:38-41) dan jika musuh menawarkan peradamaian maka islam pun mengajarkan untuk menyambut penawaran tersebut. (Q.S. 8:21).
Dilain pihak Rasulullah saw tidak pula termotivasi untuk berperang, karena sebenarnya peperangan itu adalah sesuatu yang mereka sendiri membencinya (2:216) mengingat akibat-akibat buruk yang ditimbulkan oleh perang. Sebaliknya keselamatan dan kedamaianlah yang menjadi kedambaan mereka. Jadi perang yang dilakukan oleh Rasulullah saw bukan masalah suka atau tidak suka atau masalah kebiasaan, melainkan perang itu dijalani Rasulullah saw karena situasi darurat, kewajiban, atau konsekuensi yang diharuskan dalam situasi yang menuntut hal tersebut. Peperangan yang dilakukan dengan dasar-dasar nilai kebajikan, perdamaian, kebebasaan dan keadilan dalam menghadapi penindasan dan pemaksaan manusia untuk meninggalkan sesuatu yang paling berharga dari merka yaitu keyakian kepada Tuhan.21
Kemudian tidaklah pula tepat melabeli bahwa orang-orang Islam adalah pribadi-pribadi yang keras, esktrim dan teroris hanya karena sebagian terlibat dalam hal-hal tersebut. Karena bentuk-bentuk seperti itu terdapat pula di dalam agama-agama lainnya. Karena kekuatan-kekuatan yang bekarja tersebut tidaklah benar-benar dan tidak mesti memiliki dasar agama, meskipun kelihatannya mereka mengatasnamakan agama.
Akhirnya Islam mengajarkan bahwa keadan setiap pemeluknya untuk selalu menekankan bahwa Islam tidaklah memaksa dalam hal memeluk suatu keyakinan, hal ini ditegaskan oleh Alquran: “Tidak ada paksaan dalam agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. (Q.S. 2:256).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar