Penodaan Pelecehan Agama
Nah, apakah mereka tidak menghujat doktrin gereja? Tentu saja mereka dianggap menghujat. Namun pihak Saksi Jehova & Kristen Tauhid juga mempunyai alasan-alasan serta analisa yang tak mampu dipatahkan oleh pihak Kristen Trinitas.
Sebelum membahas tentang bagaimana keyakinan Saksi Jehova dan Kristen Tauhid tentang Yesus dan Tuhan (insyaAllah akan dibahas di tulisan-tulisan berikutnya), maka saya akan membahas bagaimana sejarah "Ketuhanan" Yesus. Rapuhnya dogma ketuhanan ini sehingga membuat celah adanya penafsiran-penafsiran yang berbeda.
Sebelum abad ke-3 masehi, Yesus/Yoshua/Esau/Isa (as) tidak dikenal sebagai tuhan. Seluruh tanah Palestina, tanah Arab, sebagian Afrika hingga Persia mengetahui bahwa Yesus adalah seorang utusan Tuhan seperti halnya Nabi Musa AS yang membawa kitab Taurat. Maka ajaran Yesus adalah meneruskan ajaran Nabi Musa as yang sudah menyimpang dari ajaran aslinya.
Matius 5:18 Karena Aku berkata kepadamu: "Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi."
Tak hanya berkembang di wilayah Palestina, ajaran Yesus ini meluas hingga ke wilayah Alexandria (Mesir). Saat itu Alexandria merupakan salah satu pusat peradaban dunia yang sudah maju. Alexandria menjadi pusat intelektual yang pengaruhnya membentang dari India hingga Mesir.
Dengan sangat cepat ajaran teologis 'baru' (monoteisme) yang dibawa Yesus menyebar di kalangan cendikiawan dan kaum terpelajar di Alexandria. Setelah peristiwa penyaliban Yesus, pengikut ajaran Tauhid ini terus tumbuh membesar berlipat-lipat. Tidak hanya di wilayah pinggiran Mesir namun ajaran ini juga menyebar ke utara menuju jantung pemerintahan imperium Roma, Byzantium (yang sekarang di wilayah Turki).
Dalam sekejap, masyarakat imperium Romawi disana yang beragama Pagan, berubah menjadi pengikut agama Tauhid yang diajarkan oleh Yesus. Masyarakat yang umumnya terpelajar, sangat antusias berdiskusi mengikuti perkembangan ajaran baru ini. Seorang Uskup dari Nyssa mengatakan demikian dalam sebuah khutbahnya, "Di kota ini jika Anda mengajak seorang pemilik toko mengobrol, ia akan berdebat dengan Anda mengenai apakah Putra Allah itu diperanakkan atau tidak. Jika Anda bertanya tentang kualitas roti, sang pembuat roti akan menjawab, 'Bapa lebih besar, sementara Putra lebih kecil."
Semangat dakwah dari pengikut ajaran Tauhid Yesus hingga penghancuran simbol-simbol paganisme tak pelak menimbulkan konflik dalam imperium Romawi. Sedangkan kaisar Romawi saat itu, Konstantin, adalah penganut Paganisme. Hal ini menyebabkan terguncangnya stabilitas imperium Romawi.
Untuk menyelamatkan imperium ini, Kaisar Konstantin mengadakan Konsili di Nicea pada tahun 325 M. Yang ditutup dengan keputusan antara lain, mengangkat Yesus sebagai Tuhan (yang dilakukannya dengan mekanisme voting). Pemilihan kitab-kitab yang ditetapkan sebagai Injil. Dari ratusan Injil yang ada yang dipilih adalah Injil Matius, Markus, Lukas & Yohanes. Semua ini diputuskan secara politik oleh Konstantin melalui konsili yang sama.
Ia memutuskan untuk menyatukan Romawi dalam sebuah agama yang tunggal, yaitu agama Kristen, dengan meleburkan simbol-simbol, tanggal-tanggal, dan ritus-ritus Pagan kedalam tradisi Kristen yang sedang tumbuh. Dengan cara itu Konstantin telah menciptakan semacam agama hybrid yang dapat diterima kedua belah pihak.
Upaya yang dilakukan Konstantin ternyata tak bertahan lama. Imperium Romawi akhirnya terbelah menjadi dua, Barat dan Timur setelah kepemimpinan Theodisius I. Kristen Trinitas (hasil konsili) dijadikan agama resmi negara dan memutuskan kaum pengikut Arian (Tauhid, yang menganggap Yesus adalah nabi) sebagai aliran menyimpang/sesat dan atas perintah Kaisar mereka diburu untuk dimusnahkan.
Maka, tidakkah umat Kristen berkaca dari sejarah, bahwa eksistensinya terbangun dari campur tangan pemerintah yang saat itu telah menghukumi pengikut Arian sebagai penganut aliran "menyimpang"? Bagaimanapun juga UU No.1 PNPS th.1965 masih tetap diperlukan untuk menyelamatkan negeri ini akibat konflik umat beragama yang akan berujung pada tercabik-cabiknya NKRI.
Akhir-akhir ini pemberitaan di berbagai media diramaikan dengan adanya upaya pencabutan UU No.1 PNPS Th.1965 tentang penodaan agama. Dan hingga saat ini sidang Judicial Review di Mahkamah Konstutusi pun masih berlanjut.
KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) yang mewakili suara umat Kristen di Indonesia dan juga Romo Frans Magnis Suseno yang bisa dikatakan mewakili suara umat Katholik di Indonesia, kedua perwakilan umat ini mempunyai pendapat yang sama dengan kaum SEPILIS-JIL (Sekuleris, Pluralis, Liberalis-Jaringan Islam Liberal), yakni menuntut dicabutnya UU Penodaan Agama tersebut.
Tidak hanya berbicara tentang pelecehan/penodaan/penghinaan sebuah agama, UU No.1 PNPS Th.1965 juga berbicara tentang penafsiran menyimpang terhadap suatu agama. Inilah yang dibahas cukup dalam oleh Frans Magnis Suseno di MK. Menurutnya negara tidak perlu ikut campur dalam menentukan mana "menyimpang" mana yang tidak.
Sumber: http://mediaumat.com/kristologi/1315.html
Oleh: Hj Irena Handono, Pakar Kristologi, Pendiri Irena Center.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar